Sungai merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan beberapa binatang lainnya. Selain sebagai sumber air bersih yang bisa dimanfaatkan, sungai juga menjadi tempat hidup berbagai mahluk hidup seperti berbagai jenis ikan, udang, kepiting, kerang-kerangan, siput dan lain-lain. Tak terkecuali dengan Atang Lembok atau sungai Lembok. Sungai yang berada di antara kampong Perigi dan desa Lembok ini masih dalam satu wilayah kecamatan Long ikis Kabupaten Paser.
Tidak sulit untuk menemukan Atang Lembok ini, jika kita melakukan perjalanan darat dari Penajam menuju arah Tana Paser, saat kita berada di wilayah desa Lembok maka tak membutuhkan waktu yang lama kita akan menjumpai jembatan sei Lembok yang menjadi pembatas dengan kampong Perigi disebelahnya.
(Jembatan Sei.Lembok)
(Letak Atang Lembok pada peta)
Pada kesempatan ini,penulis ingin mengenalkan salah satu penghuni sungai Lembok yang menjadi primadona masyarakat sekitar bahkan mereka yang jauh dari kampong Perigi. Nama penghuni sungai Lembok itu adalah "Telagi", sejenis kerang-kerangan yang hidup di air tawar sungai Lembok. Walaupun sungai lembok memiliki aliran yang lumayang panjang namun Telagi ini hanya terdapat di sungai lembok mulai dari jembatan arah hilir dan terus ke hilirnya saja sampai seputaran "terusan" atau sampai muara sungai Perigi saja. untuk aliran sungai lembok bagian hulu dari jembatan tersebut kita tidak akan menemukan kerang cantik yang lezat ini.
Jika dilihat dari daerah pemukiman penduduk, daerah hulu dari jembatan sei lembok adalah pemukiman penduduk desa Lembok, sedangkan bagian hilir jembatan tersebut adalah pemukiman penduduk kampong Perigi. Walaupun rumah-rumah penduduk tidak dibangun berdekatan dengan sungai tersebut, tetapi lahan kebun dan daerah tambatan perahu nelayan penduduk kampong Perigi memang berada di daerah hilir jembatan sei Lembok tersebut.
(Kerang Telagi)
Telagi adalah jenis kerang-kerangan yang hidup dengan menguburkan diri didalam pasir diantara batuan koral yang ada di sungai lembok. Ada berbagai cara untuk mendapatkan kerang telagi ini, yang pertama adalah mencari di baras. Baras adalah bahasa Paser menyebutkan tumpukan pasir dan batuan koral yang ada di sungai yang tidak tertutup oleh air. Untuk mencari di baras kita hanya perlu mencari lubang-lubang telagi diantara batu-batu koral, lubangnya tidak seperti lubang kepting yang nampak jelas lubangnya namun lubang telagi biasanya tertutup oleh pasir halus diantara batuan koral, jadi memang agak sedikit sulit mencarinya.
Terkadang pada baras kita bisa menemukan jejak perpindahan kerang ini yang membentuk sebuah alur jalan diantara batuan koral berpasir tersebut. dikedua ujung jejak itu akan ada bentuk pasir yang sedikit menjorok kedalam dan biasanya diposisi tersebutlah telagi berada.
Cara kedua adalah dengan mempersiapkan alat selam. Tak perlu alat selam yang mahal, hanya kaca selam sederhana saja yang kita perlukan. Kaca selam bisa dibuat dari bahan potongan kaca, sandal jepit dengan sedikit perekat/lem yang dimodifikasi sedemikian rupa hingga menjadi sebuah kaca selam yang siap pakai.
Setelah kaca selam siap, maka langkah selanjutnya adalah berbasah-basahan ria. Menyelam dialiran sungai yang agak dalam maupun yang tidak terlalu dalam. untuk menemukan telagi didalam air cukup mudah, telagi biasanya didalam air menampakkan wujud tubuhnya diantara batuan koral dan pasir serta terkadang sedikit tertutup lumpur. Posisi telagi didalam air adalahdengan bagian ujung cangkang yang bisa terbuka menghadap keatas dan bagian cangkang yang berfungsi sebagai engsel berada di bawah atau tertanam didalam pasir maupun lumpur.
(Posisi telagi ketika didalam air adalah mulut cangkang menghadap keatas)
Cara ketiga untuk mendapatkan telagi adalah dengan mencari permukaan air yang dangkal mengalir melalui baras yang posisinya sedikit terendam air. Aliran air yang dangkal ini biasanya menimbulkan semacam riam yang kecil karena terdapat banyak batuan koral dan pasir di aliran air tersebut. Setelah kita mendapatkan posisi yang dianggap bagus, maka mulailah untuk duduk dialiran dangkal tersebut dengan posisi kaki kearah hilir dan mulailah menggerakkan kedua kaki untuk membongkar koral dan pasir di aliran tersebut hingga semuanya terbongkar. Setelah dirasa cukup, bangkitlah dari posisi duduk anda dan biarkan air mengalir membersihakan air keruh dari hasil pembongkaran kita tadi. Setelah air yang keruh hilang maka akan tampak telagi yang muncul akibat proses pembongkaran tadi, namun kita harus jeli melihatnya karena warna telagi juga tak jauh berbeda dengan batuan koral disekitarnya.
Untuk hasil yang didapat biasanya terdapat perbedaan antara ketiga cara diatas. untuk mencari dengan cara pertama bisanya didapat telagi yang berukuran kecil hingga sedang, sedangkan untuk cara yang kedua kita akan mendapatkan ukuran telagi dari sedang hingga datonya telagi atau ukuran telagi yang besar. Sementara untuk cara yang ketiga biasanya hanya mendapatkan ukuran telagi yang kecil-kecil saja, namun tidak menutup kemungkinan juga kita bisa mendapatkan ukuran yang sedang dengan cara yang ketiga, semuanya tergantuk faktor keberuntungan kita saat mencarinya karena terkadang telagi yang besar juga terdapat dibaras maupun aliran air dangkal. Hanya saja dari berbagai pengalaman pencari telagi, ukuran yang besar banyak didapat dengan cara yang kedua.
Telagi sangat nikmat dimasak apa saja, muali dari disayur bening, oseng-oseng, masak santan dan lain sebagainya. Tekstur daging telagi lebih empuk ketimbang daging kerang lukan/luken yang biasa hidup di air asin hutan nipah. Penggemarnya pun kini semakin banyak, dulu telagi ini hanya sebatas dikonsumsi oleh penduduk Perigi yang dominan suku Paser, namun kini banyak mereka dari Desa Semuntai, Sandeley, Modang dan lain-lain yang ikut mencari kerang lezat ini, bahkan ada suatu ketika pedagang yang menjualnya di pasar tradisional Kuaro.
Selain sebagai sumber makanan/lauk-pauk, telagi juga memiliki fungsi sebagai penjernih air. Jaman dahulu sebelum ada tawar yang berfunsi sebagai penjernih air, penduduk di kampong Perigi menggnaan telagi ini untuk menjernihkan air. Untuk satu tempayan biasanya diisi dua atau tiga telagi ukuran sedang, air yang tadinya keruh pasti akan berubah menjadi jernih dan bening. Semakin banyak telagi yang digunakan maka proses penjernihannya akan semakin cepat. Menjernihkan air menggunakan telagi tidak akan merubah rasa pada air, berbeda ketika kita menggunakan tawas, semakin banyak tawas yang kita gunakan maka rasa air akan terasa pahit dan sepet. Hanya saja penggunaan telagi sebagai penjernih air juga perlu pengawasan, ketika air sudah jenih sebaiknya telagi dipindahkan, karena dikwatirkan telaginya mati dan membusuk karena air yang jernih tidak ada lagi kandungan makanan bagi mereka.
(Keadaan Tepian tempat tambatnya perahu di sungai Lembok dekat terusan saat air pasang)
Habitat telagi ini memang unik, ia hanya dijumpai mulai dari bagian hilir jembatan sei.Lembok hingga ke daerah terusan dan mendekati muara sungai Perigi. Sungai Lembok ini juga mengalami proses pasang-surut air. Hanya saja ketika musim kemarau panjang saat air pasang baru air sungai ini terasa sedikit asin (Khusus aliran dari jembatan-terusan). Saat air surut, sungai ini akan menampakkan baras-baras ditengah sungainya, terkecuali didaerah yang agak dalamnya (loyu).
(Aliran sungai lembok di terusan)
Walaupun selalu diambil dari sungai, keberadaan telagi ini tetap terus ada. Setidaknya setiap kondisi air kecil atau surut pasti ada saja yang mencari, walaupun tidak setiap hari juga. Sejak dahulu penduduk sekitar biasanya mencari telagi dengan beramai-ramai turun ke sungai ketika air sedang surut, tidak hanya orang tua, anak-anak pun antusias mengikuti kegiatan tersebut. Walaupun sebagian anak-anak itu merasa senang karena bisa bermain air disungai tapi ada juga yang sudah pandai mencari telagi sejak masih anak-anak. Tidak hanya dalam satu rumah atau keluarga yang turun ke sungai, terkadang juga mengajak para tetangga yang lain hingga kegiatan mencari telagi itu terasa sangat ramai dan menyenangkan. Kegiatan mencari telagi biasanya dihentikan ketika air sungai mulai pasang naik. keadaan air yang mulai naik membuat kegiatan mencari telagi tersebut semakin sulit. Baras-baras yang tadinya masih terlihat kini sudah hilang dan terendam oleh air yang pasang.
(Sampah kulit telagi yang berasal dari sisa konsumsi para penduduk)
Kini kegiatan mencari telagi tersebut tidak lagi hanya dilakukan oleh penduduk seputaran Perigi saja. Kemungkinan karena faktor sambung-menyambung informasi pada sanak keluarga yang lain, para pencari telagi juga berdatangan dari mereka-mereka yang tinggal diluar kampong Perigi. Dan mereka yang datang mencari telagi ini tetap saja mereka-mereka orang Paser.
Namun sekedar untuk informasi, ternyata telagi ini juga pernah hilang dan tidak ditemukan di sungai tersebut. Entah apa penyebabnya, setelah sekian lama menyusuri sungai dari hilir ke hulu kami tak menjumpai satupun telagi tersebut. Ketiga cara tersebut sudah kami lakukan namun tetap saja telagi itu tak ditemukan, yang kami temukan sepenjang menyusuri sungai tersebut adalah kulit cangkang telagi saja. Sering kami tertipu setelah mendapatkan telagi dengan kondisi utuh namun ternyata cangkang telagi itu kosong.
Sampai sekarang hal itu masih menjadi misteri bagi penulis pribadi. Apakah saat itu memang sedang musim bunuh diri masal para telagi..?,,,Hehe...atau mungkin air sungai sedang terkena pencemaran yang membuat para telagi mati. Beruntungnya kejadian itu tak berlangsung lama, karena para telagi kembali muncul dan bisa didapat dengan mudah kembali di sungai itu hingga sekarang.
Semoga kelestarian telagi ini tetap terjaga di sungai Lembok dan segala bentuk pencemaran terhadap sungai bisa terus dijaga. Pencemaran bisa datang dari mana saja, contoh nyata yang sering terjadi adalah masih seringnya orang-orang yang kurang bertanggung jawab membuang sampah kesungai. Pencemaran limbah rumah tangga yang dengan sengaja mengalirkan limbah rumah tangga mereka secara langsung kesungai tanpa membuat penampungan pengendap terlebih dahulu. Dan yang lebih berat adalah pencemaran limbah perusahaan yang dahulu sering membuang limbah kesungai tersebut hingga membuat air sungai menjadi keruh pekat mendekati warna orange kemerahan.
Semoga kita semua bisa lebih bijak memperlakukan sungai sebagaimana fungsinya untuk sumber kehidupan manusia dan makhluk tuhan lainnya.
Namun sekedar untuk informasi, ternyata telagi ini juga pernah hilang dan tidak ditemukan di sungai tersebut. Entah apa penyebabnya, setelah sekian lama menyusuri sungai dari hilir ke hulu kami tak menjumpai satupun telagi tersebut. Ketiga cara tersebut sudah kami lakukan namun tetap saja telagi itu tak ditemukan, yang kami temukan sepenjang menyusuri sungai tersebut adalah kulit cangkang telagi saja. Sering kami tertipu setelah mendapatkan telagi dengan kondisi utuh namun ternyata cangkang telagi itu kosong.
Sampai sekarang hal itu masih menjadi misteri bagi penulis pribadi. Apakah saat itu memang sedang musim bunuh diri masal para telagi..?,,,Hehe...atau mungkin air sungai sedang terkena pencemaran yang membuat para telagi mati. Beruntungnya kejadian itu tak berlangsung lama, karena para telagi kembali muncul dan bisa didapat dengan mudah kembali di sungai itu hingga sekarang.
Semoga kelestarian telagi ini tetap terjaga di sungai Lembok dan segala bentuk pencemaran terhadap sungai bisa terus dijaga. Pencemaran bisa datang dari mana saja, contoh nyata yang sering terjadi adalah masih seringnya orang-orang yang kurang bertanggung jawab membuang sampah kesungai. Pencemaran limbah rumah tangga yang dengan sengaja mengalirkan limbah rumah tangga mereka secara langsung kesungai tanpa membuat penampungan pengendap terlebih dahulu. Dan yang lebih berat adalah pencemaran limbah perusahaan yang dahulu sering membuang limbah kesungai tersebut hingga membuat air sungai menjadi keruh pekat mendekati warna orange kemerahan.
Semoga kita semua bisa lebih bijak memperlakukan sungai sebagaimana fungsinya untuk sumber kehidupan manusia dan makhluk tuhan lainnya.