Friday, November 13, 2015

Khasiat Akar Tembelekar (Obat Tradisional Paser)



Menjaga kesehatan merupakan salah satu aset penting bagi hidup kita. Dapat kita bayangkan bagaimana jika kesehatan kita sedang terganggu, entah itu karena penyakit ringan maupun berat. Penyakit ringan pun kadang membuat kita sulit berkonsentrasi pada pekerjaan yang sedang kita lakukan. Kadang malah berujung pada pekerjaan yang tak kelar atau terbengkalai, apalagi jika diserang dengan penyakit yang lebih berat.
     Dalam kehidupan sehari-hari kita biasanya sering mengalami beberapa gangguan kesehatan berupa penyakit yang dikatakan ringan namun lumayan membuat tersiksa para penderitanya. Seperti penyakit flu, pilek, batuk kering maupun berdahak yang sering dialami pada saat-saat tertentu atau musim tertentu. Pada awalnya biasanya beberapa penyakit tersebut banyak yang tak menghiraukannya, karena mungkin masih menganggap hanya penyakit ringan yang sering datang saat musimnya tiba. Namun saat penyakit tersebut tak kunjung-kunjung sembuh walaupun sudah mengkonsumsi obat-obatan di warung, disitulah ia mulai merasa sedih. -_-
        Bebicara mengenai penanganan penyakit tersebut sebenarnya memang banyak cara yang bisa kita pilih. Mulai dari mengkonsumsi obat, berobat langsung ke klinik maupun puskesmas, atau bisa juga memilih beberapa obat herbal yang bisa diambil dari lingkungan sekitar kita. Mengenai obat herbal, orang Paser juga memilki banyak resep turun-temurun dalam mengobati beberapa penyakit. Beberapa bahan obat-obatan herbal itu biasanya berupa akar-akaran, kulit batang, daun, bahkan buah dari suatu tumbuhan yang khasiatnya sudah terpercaya sejak dahulu kala. Tumbuhan berkhasiat sebagai obat itu  diantaranya adalah “Tembelekar”.
        Tumbuhan tembelekar ini biasanya tumbuh liar di area perkebunan masyarakat. Bentuknya seperti semak belukar dengan batang seperti sulur pada bagian ujung mudanya. Bagian dari tumbuhan ini yang sering digunakan sebagi obat adalah bagian akarnya. Akar tembelekar ini berwarna orange terang kekuningan.
 Tumbuhan Tembelekar yang biasa ditemui di area perkebunan maupun dalam hutan

Akar tembelekar

Proses pembuatan akar tembelekar menjadi obat pun sangat mudah dilakukan. Kita hanya menyiapkan akar tembelekar yang sudah dicuci bersih. Akar kemudian dipotong-potong sesuai yang kita inginkan agar muat dimasukkan didalam gelas atau cangkir. Biasanya sebagian orang menggunakan air panas atau hangat untuk merendam akar tersebut dan kemudian didiamkan sejenak, lalu diminum. Namun resep dari ine’/ibu saya, lebih memilih menggunakan air minum biasa untuk merendam akar tembelekar tersebut. Biasanya direndam didalam gelas atau cangkir yang berukuran lebih besar, agar bisa diminum berulang-ulang. Dan jika air mulai habis, bisa ditambah lagi dengan air minum biasa tadi. Perbedaannya kata beliau adalah jika menggunakan air hangat atau panas harus diminum habis seketika, jika tidak rasa air akan terasa seperti basi. Jika menggunakan air minum biasanya bisa diminum sesuka kita dan tak akan ada rasa basi saat diminum beberapa jam kemudian. Ramuan-ramuan yang direndam dalam air ini yang kemudian diminum biasanya disebut “Tawas”. Bahan-bahannya pun beranekaragam sesuai tujuan untuk mengobati penyakitnya.
 Seorang anak sedang mencuci akar tembelakar

Bagimana rasanya ?, mungkin Anda penasaran sekali bagaimana rasa dari rendaman akar tembelekar ini. Rasanya ya seperti rasa akar kayu yang direndam. Hehe..*(ya iyalah) namun ketika kita meletakkan gelas pada bibir saat hendak meminum akan ada aroma khas dari ramuan itu yang menyeruak ke indera penciuman kita dan membuat sedikit rilek.
 Akar tembelekar ini dipercaya mampu mengobati penyakit flu, pilek, disertai batuk berdahak maupun kering. Pada beberpa orang menggunakan akar tembelekar ini karena saat semua obat-obatan warung sudah tak mampu menyembuhkan. Namun ada juga yang memang masih teguh selalu menggunakan obat-obatan herbal dari alam untuk menjaga tradisi dari orang tua terdahulu tetap terpelihara hingga kapan pun. Dan demi menghindari ketergantungan pada obat-obatan yang umum diperjual-belikan di masyarakat.


*Semoga artikel ini dapat menambah wawasan Anda. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste / menyebar-luaskan artikel ini, namun Anda harus menyertakan link hidup dari artikel ini sebagai sumbernya. Mohon kerjasamanya dalam sedikit menghargai hasil karya dari Penulis.
Tabe....

Saturday, November 7, 2015

Kelindan Pontis



Suatu pagi yang sangat cerah. Aku tengah bersiap-siap berangkat sekolah. Waktu itu Aku memang masih kelas empat sekolah dasar. Ketika hendak berangkat Aku baru teringat bahwa hari itu harus membawa benang dan jarum jahit. Setiap siswa harus membawanya untuk keperluan mata pelajaran kesenian atau muatan lokal saat itu. Karena tergesa-gesa, akhirnya Aku langsung saja membawa sebuah kempu atau wadah dari bekas minyak rambut yang biasanya menjadi tempat peralatan menjahit ine’/ibuku.
         Pagi itu Aku tiba di sekolah yang saat itu masih bernama SDN 019 Perigi Kampung Semuntai dengan selamat dan tanpa terlambat. Saat mata pelajaran muatan lokal dimulai, semua siswa mengeluarkan peralatan (benang+jarum) masing-masing. Dan sepertinya hanya saya  yang membawa peralatan paling lengkap. Dan ternyata kempu yang ku letakkan diatas meja itu membuat penasaran seorang Guru yang sedang berdiri didekat pintu kelas. Beliau kemudian menghampiri sembari memegang, membuka dan memperhatikan isi kempu yang ku bawa.
        “Ibu mu penjahit yah?” Tanya beliau.
kalau anak-anak zaman sekarang pasti jawabnya, “iya kok tahu?”. Dan kemudian berlanjut dengan percakapan gombal-gombalan itu.. -_-
     “Bukan penjahit sih Pak, tapi kadang memang sering menjahit sekedar untuk keperluan sendiri” Terangku.
Ternyata Beliau bertanya demikian karena melihat lilin yang ada didalam kempu tersebut. Beliau kemudian melanjutkan bahwa biasanya memang pernah melihat perlengkapan menjahit yang berguna untuk mengeraskan benang dan bahannya hampir seperti lilin. Namun bukan lilin seperti yang dipakai seperti sekarang.
        Dari penjelasan itu Aku menangkap kemungkinan yang dimaksud Beliau adalah “Kelindan”. Biasanya ine’/ibu ku memang selalu melengkapi isi kempu itu dengan kelindan, namun pada saat itu ternyata klindan yang dimaksud hilang entah kemana. Jadi ibuku berinisiatif mengguanakan lilin biasa, walaupun hasilnya tak sesempurna penggunaan kelindan yang asli.
Kelindan terbuat dari sarang lebah madu
        Kelindan terbuat dari sarang lebah madu yang sudah tak digunakan. Sarang madu yang sudah tak memiliki madu ini biasanya disebut dengan “Pontis” biasanya bisa dibuat lilin dan kelindan. Kelindan sangat berguna untuk mengeraskan benang agar benar tak mudah kusut. Selain itu benang yang sudah dikelindan akan mudah untuk dimasukkan kedalam lubang jarum jahit. Cara menggunakan kelindan pun sangat lah mudah. Benang yang ingin kita gunakan tinggal digesek-gesekkan ke permukaan kelindan, maka benang akan berubah menjadi keras.

Kelindan dan benang jahit

Cara menggunakan kelindan agar benang menjadi keras dan mudah untuk dimasukkan ke lubang jarum 

Benang yang belum di kelindan

Benang yang sudah di kelindan, benang menjadi sedikit kaku dan mengeras sehingga tidak mudah kusut

Kegiatan mengunakan kelindan untuk mengeraskan benang tersebut disebut dengan "ngelindan". Melihat dari kegunaannya, maka tak heran jika orang Paser selalu memiliki kelindan dalam kempu/wadah peralatan jahit menjahit mereka. 

*Semoga artikel ini dapat menambah wawasan Anda. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste / menyebar-luaskan artikel ini, namun Anda harus menyertakan link hidup dari artikel ini sebagai sumbernya. Mohon kerjasamanya dalam sedikit menghargai hasil karya dari Penulis.
Tabe....


Wednesday, November 4, 2015

ASAL-USUL NAMA DESA SEMUNTAI


Semuntai adalah nama sebuah Desa yang berada di Kecamatan Long ikis Kabupaten Paser. Seperti nama-nama kampung di wilayah Paser kebanyakan, nama dari wilayah tersebut biasanya mengambil nama dari sungai yang berada didaerah tersebut. Begitu pula dengan nama Desa Semuntai yang diambil dari nama sungai Semuntai.

        Pada awal mulanya, sungai Semuntai tidak memiliki nama seperti sekarang. Pada zaman dahulu daerah itu lebih dikenal dengan nama “Selang”. Selang sendiri berasal dari nama anak sungai yang juga bermuara pada sungai Semuntai saat ini. Selain infomasi yang didapat dari penduduk setempat, nama daerah tersebut lebih dikenal dengan Selang bisa dibuktikan dari beberapa penuturan  saksi sejarah yang pada zaman dahulu sudah melakukan perdagangan di wilayah sungai tersebut. Para pedagang itu lebih cepat mengenal nama “Selang” ketimbang nama “Semuntai”.
Jika kita melihat sejarah lebih jauh lagi, di daerah Semuntai sekarang ini dahulu juga ada dikenal nama daerah yang disebut dengan "Padang Kero". Di tempat tersebut pula dahulu pernah ada atau berdiri kerajaan dengan nama yang sama (Padang Kero) yang pernah dibangun oleh orang Paser pada masa lampau.

        Kembali pada nama sungai Semuntai. Dahulu kala daratan ditepi-tepi sungai tersebut sangat banyak pohon buah “Munte”. Munte sendiri adalah bahasa suku Paser untuk menyebut jeruk/limau dengan jenis tertentu. Buah Munte yang ada didaerah sungai tersebut sangat terkenal manis-manis dan bagus-bagus buahnya. Hal tersebut membuat banyak warga sekitar maupun dari kampung sebelah yang mengambil, mengumpulkan atau meramu buah Munte tersebut. Kegiatan mengambil/mengumpulkan/meramu buah Munte itu  dalam bahasa Paser disebut “Semunte”.
Jadi ketika sseorang hendak ketempat tersebut dan ditanya oleh orang yang berbeda, kira-kira percakapannya sebagai berikut;
        Ma’ Liot : “Kakan po mone iko?” (mau kemana kamu?)
        Ropa      : “ Kakan po semunte”. (mau mencari/meramu munte)
dengan mengatakan kata “Semunte” tersebut, pasti pahamlah orang bahwa ia akan pergi ketempat yang sekarang dinamakan “Semuntai” itu. Akhirnya lama-kelamaan nama sungai didaerah itu disebut atang semunte atau sungai semunte.
   Buah Munte

Pada perkembangannya daerah tersebut mulai berkembang menjadi daerah pemukiman penduduk yang lebih luas. Banyak para pendatang dari luar daerah yang juga bermukim di daerah itu . dan hal itu juga berpengaruh pada penyebutan “Semunte” menjadi “Semuntai” bahkan ada yang menyebut “Samuntai”.
        Demikianlah asal-usul nama Desa Semuntai yang dihimpun dari keterangan penduduk lokal dan sumber lain yang melengkapi. Nama Desa Semuntai pada awalnya memang bernama “Semunte”.   


*Semoga artikel ini dapat menambah wawasan Anda. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste / menyebar-luaskan artikel ini, namun Anda harus menyertakan link hidup dari artikel ini sebagai sumbernya. Mohon kerjasamanya dalam sedikit menghargai hasil karya dari Penulis.
Tabe....