Wednesday, May 23, 2012

PERJALANAN KE MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR


Pagi terlihat mendung seakan ingin turun hujan yang lebat, namun hal ini tidak menyurutkan niat kami untuk pergi ke muara badak hari ini. Hari minggu tanggal 06 mei 2012,  Setelah semua perlengkapan pancing telah dipersiapkan dan sarapan pagi yang tentunya tidak terlupakan, kami berangkat meninggalkan kota Samarinda pada pukul 09.00 pagi. 
  










Saat masih di kontrakan sebelum berangkat. 



Langit yang mendung terus menemani perjalanan kami, lumayan tidak terlalu merasakan panas diperjalanan. Dari kontrakan kami yang beralamatkan di Jalan A.W.Syahrani gang 2 no 21c kami melakukan perjalanan menggunakan empat sepeda motor. Aku bersama Ecot menggunakan Yamaha Mio Soul, Jumri dan Iwan mengendarai Suzuki Satria 150FU (pembalap liar kelas berat neh, hahaha), Emend dan Desi menunggangi Yamaha Jupiter Z, dan yang terakhir Dhana pak baskoro bersama sang istri Ririn meluncur dengan Honda Beat.  Rute perjalanan yang akan kami lalui adalah melalui jalan A.W.Syahrani kemudian menuju jalan P.M. Noor, jalan D.I Panjaitan lalu masuk jalan poros Samarinda – Bontang yang berliku-liku dan berbukit.  Pada saat memasuki jalan poros Samarinda-Bontang ini saya mulai terpisah rombongan, hal ini disebabkan Dhana yang ternyata masih jauh tertinggal karena mengisi bahan bakar motornya. Okeeh,, Aku dan Ecot berhenti sejenak dan menunggu di bawah pohon beringin yang sangat besar, ya itung-itung bisa buang oli(pipis) sejenak tapi enggak nyiram pohon beringinnya lho, takut ntar kunti sipenghuni beringin terkesima lalu pingsan kan bahaya. Menunggu dan menunggu Honda Beat kuning muncul seperti menunggu pagi ala Peterpan saja, tak muncul-muncul juga yang muncul malah rasa sakit perut yang dialami Ecot. Waahh.. makin berat saja yang mau dibuang neh. Kami berduapun melanjutkan perjalanan berharap mencari tempat PUP yang nyaman. Terus berjalan hingga memasuki daerah sungai siring. Naah berarti sebentar lagi nemu sungai neh dari namanya saja sudah sungai siring. tapi masa harus PUP di sungai, bisa-bisa Ecot ditaksir ma buaya berabe lagi urusannya. Akhirnya kami memutuskan mencari sebuah Masjid, kan sudah pasti ada toiletnya tuh. Tikungan kiri, tikungan kanan, tanjakan, turunan, dan akhirnya dibalik jalan tanjakan yang cukup terjal terselip sebuah masjid yang lumayan besar ukurannya. Seperti melihat oasis ditengah padang pasir gurun sahara, masjid itu seperti penyelamat bagi Ecot. Dengan segera kami ketempat tersebut namun Aku memutuskan menunggu dipinggir jalan saja agar Aku bisa melihat kalau-kalau Dhana melewati kami. Tak lama berselang akhirnya tiba Dhana beserta istrinya yang telah berstatus mantan pacarnya itu beserta motornya juga tentunya (masa marathon). Kulambaikan tanganku seperti ingin menghentikan sebuah angkot dengan gaya lambaian tangan Miss Univers. Dan akhirnya mereka berdua melihat keberadaanku dan  menghentikan laju motorsikalnya tepat ditanjakan berseberangan dari posisi keberadaanku. Okeeh kita kembali ke… Ecot. Hampir terlupakan dan dilupakan dari kejauhan terlihat Ecot masih saja berdiri dan berdiri sambil menatap kosong kearah belakang masjid, ada apa gerangan yang terjadi ? akan kita ketahui setelah pesan-pesan komersialbreak berikut ini( Jiiiaaahh iklan dulu ya). Berhubung nggak ada sponsor yang mengakomodasi perjalanan kali ini langsung aja lanjut lagi ceritanya. Okeehh sudah siap?, lanjut. Dari kejauhan tampak Ecot mengotak-atik BBnya, kemungkinan dia sedang BBMan ke Adroid Aku (Jiiaahh mana mungkin bisa nyambung). Makin penasaran saja aku akhirnya memutuskan menghampirinya dan akhirnya rasa penasaranku terjawab sudah. Tenyata toiletnya cuma satu yang berfungsi dan masih ada ibu-ibu, eh salah seorang ibu karena cuma satu ibu yang sedang mandi di kamar mandi tersebut. Sabar, antri dulu, namun pantat sepertinya sudah memberontak hebat tuh.
“cepaattt keluarkan kamii, kami ingin bebas”kata sang pembrontak. Beberapa menit berlalu, dedaunan pohon akasia disamping kamar mandi berguguran namun pintu kamar mandi belum juga tebuka. Hingga setelah penantian panjang berlalu, akhinya daun pintu tampak bergetar, bergerak, dan terbukaaa.
 “Yess!!” kata Ecot dalam dompet eh dalam hati. Dengan segera Ecot kekamar mandi tersebut dan melepaskan beban, melayang-layang dilangit-langit keindahan dan melompat-lompat ditaman bunga yang penuh lebah berbisa (Jeebb). Setelah semua urusan dengan kamar mandi selesai, kami kemudian melanjutkan perjalanan. Tikungan kanan, tikungan kiri, tanjakan, turunan, tengok kanan tengok kiri siapa tahu ada pemandangan yang bikin hati berbunga-bunga.tak lama kemudian kami berjumpa Iwan dan Jumri yang ternyata sejak tadi juga berhenti menunggu kami yang tertinggal dibelakang, kini dengan tiga motor kami bersama-sama melanjutkan perjalanan. Sempat berhenti sejenak seperti pemberhentian PIT STOP pada formula 1 buat mengisi bensin di pedagang BBM eceran, dan kemudian langsung tancap gas, bukan tancap pisau dapur yah berbahaya itu. Tak lama kemudian kami menjumpai simpang tiga dan ada tugu yang berbentuk ukiran etnik dayak dan burung enggang diujungnya, sepertinya burung enggang tersebut sudah lama tidak terbang, terlihat dari kakunya sepasang sayapnya dan sudah penuh lumut. Dari persimpangan tiga itu kemudian kami melanjukan perjalanan mengikuti jalan arah kanan dari persimpangan tersebut. Kondisi jalan diawalnya sangat bagus, berkonstruksi beton jalan terlihat kokoh. Namun jangan telena, semakin jauh kita meninggalkan persimpangan tadi kadang kala kita menemui kondisi jalan yang menyayat hati, membuat badan ini terombang-ambing ke udara. Dijalan ini kita bisa  melihat beberapa aktivitas tambang, perkebunan, dan sedikit hutan muda serta semak belukar hingga akhirnya kita bisa menemukan  pemukiman penduduk.
 





 













Dalam perjalanan ini kami tidak memaksakan speed yang tinggi pada motor, hanya sekitar 50Km/jam saja dengan alasan ingin lebih menikmati perjalanan. Tikungan kanan, tikungan kiri, tanjakan, turunan dan sesekali lingkaran ban harus ber make-up lumpur, akhirnya kami sampai di ibukota kecamatan Muara Badak. Disini kami kembali bertemu Emend yang sejak tadi lebih dulu sampai, kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Tanjung Limau. Dalam perjalanan ini kami sedikit terkesima melihat beberapa property perusahaan yang ada dimana-mana. Sepertinya perusahaan Gas sangat mendominasi Muara Badak.
            Setelah  kami melewati gapura yang bertuliskan selamat datang di Tanjung Limau, kami kembali menemukan jalan bundaran yang ditengah-tengahnya ada tugu monasnya. Waahhh.. kite sampe jakarte ne babe,, hehehe. Mana ya ondel-ondelnya ?. tugu monasnya tidak sebesar di Jakarta pemirsaah, hanya sebatas big miniature. Perjalanan masih kita lanjutkan, semakin jauh kita meninggalkan mini monas tadi, kini kita sudah bisa melihat beberapa petak lahan empang warga. Disini kita bisa menjumpai beberapa penjual umpan hidup yang bisa diidentifikasi dengan adanya papan pemberitahuan di pinggir jalan. Kami berhenti sejenak untuk membeli umpan hidup, 













Tuh jika berminat membeli umpan hidup ada nomer hapenya, jangan miscall yah, kalo Cuma miscall niscaya nggak akan dapat umpan hidup ente.
            Umpan udang hidup telah ditangan dengan mengeluarkan money Rp. 25.000 saja, kini lanjut lagi perjalanan dengan menelusuri jalan yang berkonstruksi beton. Jalan mulus ini tidak berlansung lama karena sebenarnya jalanan ini masih dalam tahap perampungan, sehingga tak lama kemudian kami menjumpai kombinasi jalanan yang masih berbentuk puzzle antara semen beton dan tanah berbatu biasa. Dengan penuh kesabaran dan konsentrasi tinggi akhirnya kami berhasil melewati puzzle jalanan tadi, hingga akhirnya kami membelokkan setang motorsikal kami kearah sebuah rumah panggung yang diterasnya terapat pria tua yang sedang duduk-duduk santai dikursi. Sosok pria tua yang sudah mirip bapak-bapak itu sangat misterius, tatapannya yang dingin membuat mataku membeku saat melihatnya. Bulu kudukku kian berdiri tidak karuan saat melihat banyak wanita-wanita yang keluar dari arah dermaga, untung hanya bulu yang berdiri bukan yang lain. Kami memarkirkan motor dihalaman rumah tersebut dengan membayar biaya parkir masing-masing Rp. 2.000/ motor. Bayarnya pake uang cash yah, nggak terima kartu kredit disini, cukup bayar pada bapak-bapak tua tadi. Helm juga bisa dititipkan dirumah bapak tua itu dan tanpa dipungut biaya alias gretonk getho, waah, ternyata baik juga bapak tua itu.  Jika kita ingin memancing didermaga tersebut, kita harus membayar lagi sebesar Rp.10.000/orang. Namun kami masih belum tahu bagaimana kondisi dermaga, dan gaya kami saat itu seperti hanya ingin jalan-jalan saja dengan pancing yang tersimpan rapi didalam tas masing-masing.
Aroma khas hutan mangrove menemani kami saat bejalan menelusuri jembatan kayu menuju dermaga.
Dan ternyata, air masih surut. Yaaahhh…!! Kalo kaya gini mincing pantai saja sudah. 
 












 









Masih surut airnya sambil melihat jam di smartphone, ternyata baru pukul 11.30. akhirnya kami mengGALAU ria di dermaga itu. Saat keadaan semakin suram akibat terserang Galau akhiranya Iwan terserang rasa lapar yang luar binasa eh luar biasa. Untung sebungkus nasi kuning terselip dalam ransel sebagai bekal tersedia. Dengan hati riang, bahagia tak terkira ia melahap sesuap demi sesuap nasi yang sudah menguning tersebut. 
 
















Tak teras  sebungkus nasi kuningpun habis, namun tetap saja air belum pasang juga. Keadaan ini tidak sia-sia kan oleh Iwan dan Jumri untuk berghifo ria dengan kamera Canon 1100D. Nggak ku posting posting photo-photonya, alsi eh asli narsis abiss, kepiting pantai pun enggan keluar dari lubangnya melihat tingkah mereka, hehehe. 











satu jam sudah berlalu namun air belum juga kunjung pasang. Akhirnya atas inisiatif dari Ecot kami memutuskan menyeberang menggunakan perahu bermesin. Okeh. Kapalnya goyang-goyang dan terus bergoyang, okeh putar lagu dangdutnya kita bergoyaaaaaannnngg. Jiiaaaahh…,nanti bisa tenggelam kalo kaya gitu kelakuan




 
















Tak butuh waktu lama kami pun berhasil menginjakkan kaki pertama kali di pantai putih nan indah. untuk menyebrang Anda harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 7.500 untuk pulang-pergi, jadi nanti jika sudah bosan diseberang kita tinggal memberi aba-aba untuk dijemput dari dermaga. jarak dari dermaga ke pantai memang tidak terlalu jauh, jadi tak butuh waktu lama untuk menyebrang. okeh lanjut, perlengkapan memancing telang keluar dari persembunyian. sebelum beraksi kami melihat beberapa orang yang lebih dahulu memancing ditempat tersebut. lumayan ada satu ember tempatnya doank tapi, isinya tidak seberapa,hahaha(tertawa mengejek). tak lama kemudian air mulai naik, dengan kata lain air sudah mulai pasang. okeehhh.. kami mulai beraksi, kebetulan orang yang lebih dahulu memancing tadi sudah pulang. 

 














pancing disiapkan, umpan udang diambil. maaf yah udah kamu harus mendapatkan perlakuan kasar ini. mata kail pancing yang bersinar karna tajamnya membuat perasaan udang semakin gugup tak menentu. akkkhh.. akhirnya tuhuh udah pun harus mendapatkan tusukan sang mata kail pancing. tak cukup sampai disitu saja, kali ini sang udang harus mendapatkan perlakuan yang lebih kejam lagi. diayun-ayun, diayunkan lebih kencang, dan byuuuuurrrrr... sang udang kini berenang terpaksa bersama mata kail diair muara yang asin pekat. Dan straike pertama. emend :
tak tahu lagi urutan siapa yang straike selanjutnya, namun tarikan pancing menuju daratan terus berlanjut.
straike Iwan:

straike Dhana :







 Aduuhh,, fhotografernya ga dapat gambar ikannya lebih dekat.






dan.....!!!!! pamungkasnya.. Dhana mendapatkan kepiting yang lumayan besar, hehehe namun sayang dy nggak ada berpose dengan hasil tangkapannya, tapi buat mengobati rasa penasaran ne dia  kepitingnya.
melihat mereka sudah mendapatkan ikan maupun kepiting, perasaanku jadi was-was tak karuan dan tak menentu jadinya. bersabar dan bersabar, dan akhirnya kurasakan ada yang menarik senar tali pancing ku. dengan segera dan cekatan aku menariknya,. dan ternyata yang aku dapatkan adalah :


lumayan..... akhirnya aku dapat juga. namun akibat aku mendapatkan ikan ini suasana menjadi heboh. riuh dan tak ada yang menyangka, tiba-tiba setelah saya menayakan karung tempat ikan sebelumnya yang didapat kepada yang lainnya, suasana semakin mencekam. sangat mencekam, kejadian yang mengerikan terjadi dan sangat menyeramkan. dengan tiba-tiba karung yang diletakkan di tepi air itu hilang seketika..!!! seketikaaaaa!!!!... yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh... karungnya hilang terbawa air pasang pemirsahhhh.
ikan-ikan dan kepiting yang didapat kembali berenang bebas. aduuuuuuuuhhh,, Dhana sangat kecewa mengetahui hal tersebut. namun kekecewaan tersebut tidak berlarut-larut, kalo larut ntar bisa tenggelam, apalagi air pasang makin besar/ LHOOO..*_*. Dengan wadah kantong plastik baru kamii mulai mengisi dengan ikan-ikan hasil pancingan kami. tanpa ampun kami yang memengang pancing merasakan menaikkan ikan dari dalam air dengan pancing. menit demi menit berganti jam, tanpa terasa kami melewati waktu yang sangat lama dipantai tersebut. dan mulai terasa peryt lapar dan kerongkongan kering. namun TERNYATA.... kami tak membawa bekal sedikitpun, walau air minum minumpun tak kami bawa ternyata.  waahhh kacau,, tapi semangat memancing terus menggebu. sampai akhirnya Ecot mulai merasakan lapar yang luar biasa dan merengek untuk segera menyebrang. namun Emend dan Dhana masih punya semangat untuk memancing. air semakin besar dan pancing-pancing mulai sering menyangkut, sampai-sampai Dhana rela neh menyelamatkan pancingnya walaupun harus berkolor ria.

setelah merasa ikan yang didapat cukup, kami memutuskan untuk menyebrang lagi dan berencana pulang.
dan kami menyebrang dengan kapal yang sama.
dan tak butuh waktu lama kami sampai didermaga.

setelah sampai didermaga, kemudian kami bergegas menuju tempat parkir motor kami.


karena perut sangat lapar luar biasa, kami bergegas mencari warung makan. dan untuk mencari warung makan kami harus mencari sampai keluar dari daerah tanjung limau. 
sempat mutar-mutar mencari warung makan akhirnya kami menemukan tempat makan yang lumayan pas.

wajah nan lesu karena perut keroncongan.


panasnya hari , ademkan dulu dengan segelas es teh, walau sebenarnya ada yang pesan lebih dari segelas tuh. hahaha

setelah selesai makan dan melepas lelah sebentar, kemudian kami melanjutkan perjalanan pulang. dan sesampai di kontrakan pada malamnya kami menikmati hasil pancingan kami dengan makan bersama dua kontrakan. begitu nikmat, begitu lezat, karena ikannya masih terasa segar. beda dengan membeli di pasar-pasar. 
Alhamdulillah atas nikmat yang Kau berikan dan menyelamatkan perjalanan kami hingga kembali ke kontrakan lagi.